Komisi Informasi DIY dorong transparansi dana pendidikan

id Dinas pendidikan

Komisi Informasi DIY dorong transparansi dana pendidikan

Kantor Dinas Pendidikan (Foto Antara)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Komisi Informasi Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong sekolah menengah atas dan kejuruan setempat transparan dalam pengelolaan dana pendidikan yang diperoleh baik dari pungutan atau sumbangan wali murid.

"Sampai sekarang transparansi sumbangan sekolah belum ada. Pendapatan dan pengeluaran sekolah hanya diketahui secara terbatas," kata Wakil Ketua Komisi Informasi Daerah Istimewa Yogyakarta (KI DIY) Dewi Amanatun Suryani di Yogyakarta, Jumat.

Menurut Dewi, transparansi informasi pengelolaan keuangan badan publik termasuk institusi sekolah diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Di dalam pasal itu menyebutkan tentang Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala.

Dalam konteks lembaga pendidikan, informasi yang wajib disampaikan kepada publik bahkan bukan hanya dana pendidikan, pengelolaan keuangan, hingga rencana anggaran sekolah, melainkan juga kinerja sekolah secara berkala.

"Wali murid juga berhak mendapatkan semua informasi itu. Penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) juga dapat ditanyakan karena itu dana publik," kata dia.

Penyampaian informasi, menurut dia, bisa disalurkan melalui berbagai format yang mudah diakses publik atau diumumkan melalui papan pengumuman atau situs resmi sekolah.

Berbagai ketentuan yang diatur dalam UU KIP, menurut dia, telah disosialisasikan KI DIY kepada seluruh lembaga pendidikan di DIY. Namun ia menyayangkan hingga kini belum ada sekolah yang menerapkannya dengan membentuk pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) sekolah.

"Tetapi sampai saat ini sekolah belum membentuk PPID dengan alasan SDM terbatas," kata dia.

Menurut dia, diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 tahun 2016 perlu diikuti dengan upaya membangun transparansi sekolah dalam menghimpun dan mengelola dana pendidikan.

Alasannya, Permendikbud yang belum lama diterbitkan itu semakin memberikan legalitas bagi Komite Sekolah ikut menggalang dana pendidikan dari alumni, atau institusi lainnya dalam bentuk sumbangan atau bantuan.

"Idealnya komite sekolah itu independen dan mengawasi kinerja sekolah," kata dia.

Sebelumnya, Institute for Development and Economic Analysis (IDEA) mengkhawatirkan munculnya Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 akan semakin memperlonggar praktik pungutan liar yang dilakukan oleh komite sekolah.

Deputi Program Advokasi Anggaran Idea, Tenti mengatakan kekhawatiran itu muncul karena Komite Sekolah yang sebelumnya tidak diperkenankan melakukan penggalangan dana, maka saat ini menjadi sah dan legal menghimpun dana-dana dari masyarakat.

"Sehingga sebelum diberi kewenangan menggalang dana masyarakat, Komite Sekolah harus direvitalisasi terlebih dahulu," kata Tenti.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan hingga saat ini baik SMA maupun SMK memang masih membutuhkan dana sumbangan bahkan pungutan untuk mencukupi kebutuhan operasional sekolah. Dana bantuan dari pemerintah berupa dana BOS senilai Rp1.400.000 serta berbagai beasiswa belum cukup mengurangi beban operasional sekolah.

"Meski pungutan tetap kami batasi hanya selisih antara kebutuhan sekolah dengan bantuan yang diterima dari pemerintah saja," kata dia.

Permendikbud Nomor 75, menurut dia, justru mempertegas batasan peran Komite Sekolah. Dalam peraturan itu, Komite tidak lagi ikut serta dalam merumuskan pungutan bersama pihak sekolah, melainkan hanya diperkenankan menggalang dana melalui sumbangan atau bantuan yang bersifat sukarela.***4***

(L007)
Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024