UGM bentuk tim bantu penyelidikan kasus antraks

id Antraks

UGM bentuk tim bantu penyelidikan kasus antraks

UGM (Foto Istimewa) (istimewa)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Universitas Gadjah Mada membentuk Tim Respon Cepat Waspada Antraks untuk membantu proses penyelidikan epidemiologi yang dilakukan Pemda DIY menyusul adanya 16 pasien yang terindikasi terjangkit penyakit antraks di Kabupaten Kulon Progo.

"Ini sebagai respon kami dari universitas karena sebelumnya memang kasus antraks khususnya yang terjadi pada manusia tidak ada di Yogyakarta," kata Ketua Tim Respon Cepat Waspada Antraks UGM, Riris Andono Ahmad di Kampus UGM, Yogyakarta, Sabtu.

Menurut Riris, tim itu terdiri atas para ahli dari sejumlah disiplin ilmu dari Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Hewan, serta Fakultas Peternakan UGM. Tim akan melakukan kajian serta membantu mengisi kebutuhan tenaga ahli yang dibutuhkan Pemda DIY dalam mengatasi kasus itu. "Saat ini tim sudah mulai membantu upaya penyelidikan epidemiologi bersama instansi terkait di Kulon Progo," kata dia.

Riris mengatakan riwayat penyakit antraks beberapa tahun sebelumnya memang pernah muncul di Kabupaten Sleman, DIY. Namun demikian kasus tersebut hanya terjadi pada hewan ternak.

Ia mengatakan atraks merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis dan ditularkan antarhewan atau dari hewan ke manusia (zoonosis). Penyakit itu, kata dia, dapat disembuhkan dengan penanganan yang tepat. "Penularan antraks antarmanusia tidak mungkin bisa," kata dia.

Penularan antraks dari ternak ke manusia dapat melalui tiga cara yakni melalui kulit, oral (pencernaan), dan pernafasan. Penularan melalui kulit bisa terjadi ketika seseorang bersentuhan dengan spora bakteri antraks yang melekat pada kulit, daging, tulang, atau darah hewan ternak yang sakit. "Penularan melalui kulit bisa terjadi apabila kulit (manusia) sedang luka," kata dia.

Dekan Fakultas Peternakan UGM Ali Agus berharap apabila telah ditentukan positif terdapat penyakit antraks, petugas dinas peternakan dan kesehatan hewan dapat melakukan patroli untuk mengontrol kemungkinan sebaran antraks di tempat lain.

Menurut Ali diperlukan langkah cepat untuk menghindari penyebaran penyakit itu dengan mencegah sirkulasi ternak baik masuk atau keluar dari daerah endemik. "Jika diperlukan daerah tersebut dilakukan isolasi sampai batas waktu tertentu," kata dia.

Ketua Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan UGM Heru Susetya mengatakan gejala antraks pada hewan ternak ditandai dengan demam yang tinggi, sakit luar biasa pada bagian pinggang, kepala dibentur-benturkan atau diputar-putarkan dan dalam waktu 10-36 jam akan mati dengan tanda keluar darah hitam di seluruh lubang tubuh.

Ia juga mengimbau masyarakat tidak menyembelih dan mengonsumsi hewan ternak sakit serta langsung menghubungi Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) atau rumah pemotongan hewan (RPH) untuk memastikan hewan yang akan dikonsumsi itu aman dari antraks. "Ciri daging yang aman dikonsumsi berwarna merah segar dan tidak berbau anyir," kata dia.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY Pembajun Setyaningastuti mengatakan hingga saat pihaknya ini masih dilakukan Penyelidikan Epidemiologi di Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kulon Progo.

"Penyelidikan epidemiologi (PE) masih kami lakukan baik ke ternaknya maupun manusianya, sehingga kami menyatakan itu baru suspect (terindikasi), belum bisa dikatakan positif," kata dia.

Masyarakat diharapkan tidak cemas berlebihan dan takut datang ke wilayah Kulon Progo, sebab ia memastikan seluruh ternak sapi di daerah itu telah disuntik vaksin dan dilakukan penyemprotan disinfektan di lingkungan kandangnya. "InsyaAllah sudah aman tidak perlu ragu datang ke Kulon Progo. Apalagi sampai sekarang juga tidak ada kasus baru dan ternak yang mati," kata dia.

Terhadap 16 pasien yang diduga terinfeksi antraks, menurut dia, masih ada perbedaan pendapat antara para pakar untuk menentukan apakah seluruh pasien itu terinfeksi antraks atau tidak. "Walaupun memang ada indikasi karena pasien itu diketahui memakan daging sapi yang sakit," kata dia.

Adapun terkait meninggalnya seorang pasien asal Godean, Sleman yang diduga terinfeksi antraks, Pembajun mengatakan tim survailance Dinkes DIY saat ini sedang melakukan penyelidikan dan evaluasi di lapangan. Apalagi, menurut dia, selama ini di Godean tidak ada ternak yang terjangkit antraks.

"Kasus di Godean ini masih menjadi evaluasi kami, sebab selain tidak ada ternak lingkungannya juga bersih," kata Pembajun.


(L007)