KPU dan Bawaslu atau RUU Pemilu dahulu

id RUU Pemilu

KPU dan Bawaslu atau RUU Pemilu dahulu

Ketua Panitia Seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Saldi Isra (kedua kiri) meninggalkan Istana Merdeka usai diterima Presiden Joko Widodo di Jakarta, Rabu (1/2). Pansel menyerahkan nama-nama calon angg

Oleh : Budi Setiawanto

Jakarta (Antara) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2012-2017 segera berakhir pada Maret mendatang.

Panitia Seleksi Anggota KPU dan Bawaslu telah mengumumkan dan menyerahkan 14 nama calon anggota KPU dan 10 calon anggota Bawaslu periode 2017-2022 kepada Presiden Joko Widodo untuk kemudian diajukan ke Komisi II DPR RI guna diuji kelayakan dan kepatutannya sebelum ditetapkan mereka yang terpilih.

Di lain sisi, Panitia Khusus DPR RI untuk Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu (selanjutnya disebut Pansus RUU Pemilu) masih membahas rancangan perundang-undangan tersebut.

RUU Penyelenggaraan Pemilu itu juga memuat ketentuan sekaligus menjadi ketentuan baru atau revisi dari tiga UU terkait pemilu untuk digabungkan sekaligus, yakni UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR RI, DPD RI, dan DPRD, UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Salah satu agenda krusial dalam pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu itu adalah menyangkut soal pemilihan KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP).

Dua kenyataan itu memunculkan polemik apakah Komisi II DPR RI harus segera menyelenggarakan "fit and proper tes" bagi seluruh calon anggota KPU dan Bawaslu itu tanpa menunggu selesainya pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu hingga menjadi UU atau harus menunggu hingga RUU Penyelenggaraan Pemilu selesai menjadi UU.

Pilihan atas dua alternatif itu membawa konsekuensi masing-masing. Bila pemilihan KPU dan Bawaslu sebelum selesai pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu berarti memakai ketentuan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang justru sedang direvisi.

Sementara bila pemilihan KPU dan Bawaslu menunggu selesainya pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu berarti membutuhkan waktu yang lebih lama, mengingat Ketua Pansus Pemilu Lukman Edy memperkirakan pembahasan RUU yang diajukan pemerintah itu baru tuntas pada pertengahan tahun ini, sehingga melewati periodesasi kepengurusan KPU dan Bawaslu periode 2012-2017.

KPU dan Bawaslu periode 2012-2017 terpilih pada 22 Maret 2012 dalam rapat pleno Komisi II DPR RI setelah menyelenggarakan "fit and proper test" selama dua hari sebelumnya.

Tujuh anggota KPU yang terpilih ketika itu Sigit Pamungkas (45 suara), Ida Budhiati (45 suara), Arief Budiman (43 suara), Husni Kamil Manik (39 suara), Hadar Nafis Gumay (35 suara), Ferry Kurnia Rizkyansyah (35 suara), dan Juri Ardiantoro (34 suara). Tujuh anggota KPU itu terpilih setelah Komisi II melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 14 calon anggota KPU.

Sementara lima anggota Bawaslu yang terpilih adalah Muhammad (45 suara), Nasrullah (36 suara), Endang Wihdatiningtyas (35 suara), Daniel Zuchron (24 suara), dan Nelson Simanjuntak (24 suara).

Ketujuh anggota KPU yang terpilih itu ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34/P/Tahun 2012 dan mereka dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika itu pada 12 April 2012.

Sementara anggota Bawaslu yang terpilih ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 35/P/Tahun 2012 dan mereka dilantik berbarengan dengan anggota KPU.

Ketua KPU RI Husni Kamil Manik wafat pada 7 Juli 2016 karena sakit dan jabatan yang dia tinggalkan digantikan oleh Juri Ardiantoro pada 18 Juli 2016. Presiden Joko Widodo pada 29 Agustus 2016 melantik Hasyim Asy'ari sebagai anggota pengganti sehingga komposisi keanggotaan KPU tetap tujuh orang.

    
                     Sesuai jadwal
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon berharap KPU dan Bawaslu periode 2017-2022 sudah terbentuk sesuai jadwal bersamaan dengan berakhirnya KPU dan Bawaslu periode 2012-2017 pada Maret mendatang. Itu artinya anggota KPU dan Bawaslu sudah terpilih sebelum pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu selesai.

Pemilihan KPU dan Bawaslu perlu segera dilakukan karena mereka bisa mulai bekerja mempersiapkan hal-hal teknis tahapan pemilu 2019.

Sebanyak 14 calon anggota KPU periode 2017-2022 adalah Amus Atkana, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Ilham Saputra, Evi Novida Ginting Manik, Ferry Kurnia Rizkiyansyah (petahana), Ida Budhiati (petahana), Wahyu Setiawan, Sri Budi Eko Wardani, Pramono Ubaid Tanthowi, Yessy Y Momongan, Hasyim Asy'ari (petahana), Arif Budiman (petahana), Viryan, dan Sigit Pamungkas (petahana).

Sementara 10 nama calon anggota Bawaslu adalah Ratna Dewi Petalolo, Mohammad Najib, Abhan, Sri Wahyu Araningsih, Fritz Edward Siregar, Safrida Rachmawati Rasahan, Mochammmad Afifuddin, Herwyn Jefier Hielsa Malonda, Abdullah, dan Rahmat Bagja.

Komisi II DPR RI belum memutuskan apakah segera melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU dan Bawaslu saat ini atau menunggu setelah RUU Pemilu selesai dibahas.

Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali telah menerima daftar nama calon anggota KPU dan Bawaslu periode 2017-2022.

Komisi II DPR RI perlu berkomunikasi terlebih dahulu dengan Pansus RUU Pemilu untuk memastikan jumlah anggota KPU dan Bawaslu sesuai usulan dalam RUU Pemilu.  Jika tidak ada perubahan, akan dipilih 50 persen, atau tujuh anggota KPU dan 5 anggota Bawaslu, sebagaimana yang tercantum dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu ataupun yang tercantum dalam UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Dalam pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu, sebagian fraksi mengusulkan jumlah anggota KPU sembilan orang dan sebagian fraksi lain menyampaikan tetap tujuh orang sebagaimana yang ada saat ini.

Kalau Komisi II DPR RI sudah memilih anggota KPU saat ini sebanyak tujuh orang dan kemudian ternyata dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu disetujui sembilan orang anggota KPU maka harus dilakukan pemilihan lagi. Ini tentu saja tidak taktis dan efisien.

Dalam UU Nomor 15 Tahun 2011 maupun dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu disebutkan Presiden mengajukan calon KPU dan Bawaslu kepada DPR RI paling lambat 14 hari terhitung sejak diterima berkas calon. Sementara pemilihan di DPR RI dilakukan dalam waktu paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon dari Presiden.

    
                   Tunggu RUU
Sementara itu Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR RI menyatakan sebaiknya keanggotaan KPU dan Bawaslu mendatang menunggu selesainya pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu.

Dia khawatir UU Penyelenggaraan Pemilu yang baru nanti ada pasal yang mengatur soal penyelenggara Pemilu yaitu KPU, Bawaslu dan DKPP, akan berbeda dengan norma UU lama.

Ada beberapa catatan tentang penyelenggara pemilu yang diusulkan pemerintah dalam draf RUU, daftar inventarisir masalah (DIM) fraksi-fraksi maupun usulan dari masyarakat yang berbeda dengan UU lama.

Beberapa persoalan yang belum tuntas dibahas antara lain soal batas periodesasi penyelenggara pemilu. Dalam draft RUU dari pemerintah mengusulkan menaikkan syarat minimal usia komisioner lima tahun sedangkan usulan masyarakat untuk membuat syarat maksimal usia komisioner.

Lalu soal keterlibatan penyelenggara pemilu dalam partai politik. Dalam RUU calon komisioner menyatakan mundur dari partai politik pada saat pendaftaran sedangkan UU lama menyatakan tidak boleh ada catatan sebagai pengurus partai politik lima tahun terakhir.

Selain itu ada usulan menambah jumlah anggota  Bawaslu menjadi tujuh orang, mengingat beban tugas dan tambahan kewenangan Bawaslu di dalam RUU.

Terkait keterwakilan perempuan, ada desakan kuat penerapan 30 persen kuota perempuan secara ketat, artinya kalau pemerintah mengusulkan 14 nama calon anggota KPU maka lima orang calon diantaranya harus perempuan, sementara untuk calon Bawaslu, dari 10 nama 3 diantaranya harus perempuan.

Lukman menegaskan kalau UU Pemilu baru mengatur ketentuan yang berbeda dengan ketentuan lama, akan menjadi persoalan dan berpotensi ditolak Komisi II DPR yang diberi tugas untuk menyeleksinya.

Jadi dua kenyataan tersebut saling berkejaran dan DPR RI perlu memutuskan prioritas mana yang didahulukan. ***2***(B009)