Pemkab ajukan perpanjangan pengosongan rumah terdampak bandara

id kulon progo

Pemkab ajukan perpanjangan pengosongan rumah terdampak bandara

Kabupaten Kulon Progo (Foto Istimewa)

Kulon Progo, (Antara Jogja) - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan mengajukan permohonan perpanjangan waktu pengosongan rumah warga terdampak bandara dari 10 Mei menjadi 31 Juli karena rumah tempat relokasi belum selesai dibangun.

Penjabat Bupati Kulon Progo Budi Antono di Kulon Progo, Selasa, mengatakan nota kesepahaman bersama yang ditandatangani antara Angkasa Pura I, Pemda DIY, dan Pemkab Kulon Progo menyebutkan bahwa pengosongan lahan untuk bandara paling lambat lima bulan setelah MoU ditandatangani pada 10 November 2016.

"Artinya masyarakat paling lambat mengosongkan rumah yang telah diganti untung AP pada 10 Mei. Namun, hingga saat ini rumah tempat relokasi belum jadi, diperkirakan untuk membangun membutuhkan waktu tiga bulan terhitung mulai Mei. Kami akan mengajukan perpanjangan waktu tiga bulan lagi," kata Budi Antono.

Ia mengatakan berdasarkan data, ada 518 KK terdampak bandara yang menghendaki relokasi. Rincian KK yang minta direlokasi, yakni 118 KK magersari di Desa Kulur, dan sisanya akan menempati di lima lokasi tanah kas desa.

Warga yang menghendaki magersari luasnya masing-masing hanya 100 meter persegj dengan bangunan tipe 36. Dari sejumlah 118 KK dilakukan verifikasi dan diperoleh 46 KK yang akan menempati tanah magersari.

"Saat ini dalam proses lelang. Kalau tidak ada hambatan pada akhir April atau awal Mei maka pembangunan rumah magersari bisa dimulai," katanya.

Selainjutnya, warga yang menghendaki relokasi di tanah kas desa berdasarkan data yang dimiliki pemkab yakni, 98 unit rumah di Desa Glagah, 99 unit rumah di Desa Palihan, 23 unit rumah di Desa Kebonrejo, 54 unit rumah di Desa Janten, dan empay unit rumah di Desa Jangkaran.

"Berdasarkan MoU warga masyarakat yang memilih untuk relokasi diberikan waktu selama 5 bulan untuk pindah. Namun kami minta perpanjangan waktu sampai 2 bulan sehingga waktunya total 7 bulan," katanya.

Budi Antono mengatakan persoalan relokasi sendiri dibagi dalam dua persoalan. Yakni masyarakat sendiri secara umum terbagi menjadi masyarakat yang menginginkan relokasi dan ganti rugi dalam bentuk uang.

Nagi yang tidak mengambil relokasi atau memilih ganti rugi berupa uang, maka dalam waktu 1 bulan harus sudah meninggalkan rumahnya. Namun, pemkab berusaha untuk melakukan negosiasi dengan PT Angkasapura I, dalam rangka Pilkada serentak 15 Februari 2017 lalu, pemkan minta agar warga yang tidak mengambil relokasi jangan dipaksakan untuk keluar lokasi mengingat TPS yang sudah disiapkan nantinya akan kosong.

"Permintaan kami dipenuhi. Namun belakangan, warga menginginkan pindah bersamaan dengan warga yang minta relokasi," katanya.

Menurut dia, konsep dari relokasi bukan hanya produk oriented namun juga proses oriented. Ada proses edukasi di mana masyarakat diajak untuk belajar membangun bersama.

"Harapan kami, kami bisa satu kata dan satu langkah dalam proses pembangunan. Selama menunggu masyarakat bisa memulai lebih dulu melakukan apa yang bisa dilakukan. Misalnya, merakit tulangan besi," kata dia.

Warga terdampak bandara Desa Kebonrejo Sudarto mengharapkan pada saat pindah nanti listrik dan air sudah siap.

"Mohon perhatian juga mengenai jalan yang tadi kami sampaikan. Kalau diperkenankan kami ingin melelang aset milik warga masyarakat dulu dengan harga tertentu," harapnya. ***1***

(KR-STR)

Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024