Yogyakarta, (Antara Jogja) - Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Pradnyawati mengatakan saat ini Indonesia membutuhkan para pakar atau ahli hukum perdagangan internasional yang kompeten untuk membantu menghadapi tuduhan "trade remedy" yang menghambat laju ekspor nasional.
"Kami berharap ada peningkatan minat mahasiswa di bidang hukum perdagangan internasional untuk bersama-sama melakukan bela produk ekspor nasional," kata Pradnyawati saat menjadi pembicara dalam Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP) Goes To Campus 2017 di University Club Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis.
Pradnyawati mengatakan hingga saat ini Indonesia kerap menghadapi tantangan untuk menjaga keberlangsungan ekspor. Selama kurun 1955-2016 setidaknya DPP Kementerian Perdagangan telah menangani 295 tuduhan "trade remedy", dengan perincian 138 kasus berhasil dihentikan, dan 130 kasus dikenakan bea masuk. "Saat ini masih ada 27 kasus masih dalam proses penanganan," kata dia.
Sebagai anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), menurut dia, Indonesia tidak bisa mengelak dari aturan "trede remedy" karena WTO telah merestuai aturan itu sebagai instrumen untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian serius akibat praktik perdagangan yang dinilai tidak adil.
Namun demikian, instrumen itu juga kerap menjadi hambatan bagi ekspor Indonesia ke negara mitra dagang dengan tuduhan dumping, subsidi dan safeguard (pengamanan perdagangan yang diambil alih oleh pemerintah).
Negara-negara yang terpantau aktif melakukan tuduhan terhadap Indonesia, menurut Pradnyawati, di antaranya Uni Eropa, India, Amerika Serikat. "Mereka rata-rata melakukan tuduhan sebanyak 20 kali selama kurun waktu tersebut," kata dia.
Adapun produk-produk Indonesia yang sering kali dihambat dengan instrumen "trade remedy" itu adalah produk pertanian, produk kehutanan, produk kimia, produk besi baja, perikanan, serta aneka industri tekstil termasuk tekstil, sepatu, serta makanan.
Meski demikian, lanjut dia, Indonesia juga tidak segan-segan menggugat negara mitra dagang yang dianggap tidak konsisten dengan peraturan WTO. "Tetapi lebih sedikit kasus yang kita menang dari pada yang kita kalah," kata dia.
Oleh sebab itu, kata Pradnyawati, melalui DPP Goes To Campus 2017, pihaknya ingin membangkitkan minat mahasiswa UGM terhadap bidang perdagangan internasional. Diharapkan mereka mulai melirik bidang ini sebagai peluang strategis untuk mengembangkan karier sekaligus berkontribusi bagi kemajuan perekonomian nasional.
"Peran dunia akademik sangat krusial dalam melahirkan talenta baru di bidang hukum dan perdagangan internasional, dengan sumbangan pemikiran yang dapat berkontribusi mengamankan kepentingan perdagangan Indonesia," kata dia.
(T.L007)
Berita Lainnya
Klopp: Semua tim butuh keberuntungan
Senin, 22 April 2024 15:17 Wib
Inter Milan butuh dua kemenangan rebut scudetto
Senin, 15 April 2024 21:13 Wib
Leverkusen butuh tiga poin juarai Bundesliga
Minggu, 7 April 2024 13:25 Wib
Bawaslu RI dalam pengawasan pilkada butuh partisipasi masyarakat
Sabtu, 6 April 2024 3:46 Wib
Warga korban gempa di Bawean, Jatim, masih butuh bantuan
Minggu, 31 Maret 2024 9:52 Wib
Motor listrik SC e: Concept butuh penyempurnaan
Rabu, 27 Maret 2024 17:26 Wib
Korban gempa Bawean, Jatim, butuh pendampingan psikososial atasi trauma
Senin, 25 Maret 2024 9:26 Wib
Sultan HB X: Kepemimpinan di TNI butuh "political will"
Rabu, 20 Maret 2024 23:33 Wib