STT PLN luncurkan program vokasi ketenagalistrikan

id STT vokasi kelistrikan PLN

STT PLN luncurkan program vokasi ketenagalistrikan

Ilustrasi (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/kye/17)

Jakarta (Antara) - Sekolah Tinggi Teknik PLN (STT PLN) meluncurkan Program Vokasi Ketenagalistrikan dan Inisiatif Listrik Kerakyatan untuk membantu ketahanan energi nasional yang ramah lingkungan dengan memberdayakan masyarakat.  
   
Model pembelajaran dan karya penelitian yang sangat dibutuhkan tersebut diresmikan pada Kamis ini dalam acara "Karya Untuk Negeri" yang digelar di Sasana Kriya Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

"Kita membutuhkan sekitar 700.000 tenaga operator dan teknisi untuk mengoperasikan dan memelihara sekitar 80.000 megawatt instalasi listrik yang akan dibangun hingga tahun 2025. Jumlah ini harus dipenuhi dengan cara mendidik masyarakat kita sendiri, dengan partisipasi kalangan akademis di seluruh Indonesia bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Kompetensi," kata Ketua STT PLN Supriadi Legino, dalam siaran persnya.

Dia menjelaskan kebutuhan tenaga teknik yang sangat besar tersebut disikapi STT PLN dengan membuka pendidikan dan latihan vokasi ketenagalistrikan bagi para lulusan SMU dan setara.

Menurut Supriadi, para siswa akan dilatih selama satu tahun sehingga layak mendapatkan sertifikasi kompetensi sesuai dengan amanat Undang-Undang Ketenagalistrikan No. 30 Tahun 2009.

"STT PLN membuka kesempatan bagi lulusan SMA dan sederajat dari seluruh Indonesia untuk mendaftarkan diri. Mahasiswa akan dibekali dengan pengalaman praktik yang cukup sehingga begitu lulus dapat langsung bekerja sebagai operator atau teknisi di perusahaan pembangkit listrik," lanjutnya.

Sementara itu Kepala Divisi SDM dan Inovasi PLN Bagus Irawan menilai Program Vokasi Ketenagalistrikan dapat menjadi kunci penyelesaian masalah suplai SDM bukan hanya di pembangkit listrik tapi juga di industri hilir yang nanti ikut tumbuh bersama peningkatan pasokan listrik.

"Jangan sampai ketika seluruh pembangkit beroperasi, tenaga kerja ahlinya tidak tercukupi" ujar Bagus.

    
Listrik Kerakyatan

Supriadi mengatakan karya kedua yang diluncurkan pada hari ini adalah Inisiatif Listrik Kerakyatan (LK) yang ramah lingkungan, sebagai alternatif untuk menjawab berbagai dilema pada sistem ketenagalistrikan saat ini.      

Kelistrikan konvensional terpusat dan terinterkoneksi merupakan sistem yang efisien dan handal, namun mulai menghadapi persoalan dalam pembangunannya terutama mengenai pembebasan lahan dan pendanaan.

Akibatnya, katanya, banyak proyek pembangunan pembangkit dan transmisi yang terlambat dan mengakibatkan kerugian yang bisa menganulir keuntungan yang diperoleh dari sistim interkoneksi.

"Sebagai solusi, model Listrik Kerakyatan dapat mulai diterapkan. LK mengadopsi konsep distributed generation atau pembangkitan skala kecil yang tersebar, yang dapat dibangun pada lahan kurang dari 1.000 m2," kata Supriadi.

Menurutnya, LK memiliki filosofi 1000x1 = 1x1000. Artinya membangun 1 unit 1.000 MW oleh investor raksasa yang sarat dengan masalah, sama hasilnya dengan membangun pembangkit berkapasitas 1MW yang lebih sederhana dan bisa dikerjakan lebih cepat secara gotong royong oleh 1.000 pengusaha lokal 

Supriadi yakin dengan berkembangnya LK, maka laju defisit energi listrik yang saat ini masih terjadi di luar Jawa bisa diperlambat. LK juga merupakan jawaban untuk penyediaan listrik daerah terisolasi dan pulau-pulau terluar yang terlalu mahal biayanya apabila dibangun dengan sistim konvensional.

"Yang pasti, LK memberi keuntungan berupa peluang bagi ribuan pengusaha kecil di setiap daerah untuk  menjadi pengembang listrik swasta yang selama ini didominasi oleh pemodal raksasa dan pihak asing. Dampak positif berikutnya adalah terbukanya lapangan kerja dalam bidang ketenaga listrikan bagi masyarakat di tingkat perdesaan," katanya.

Sementara itu, PLN sebagai perusahan penghasil listrik milik negara menyatakan dukungan penuh terhadap inovasi yang dilakukan STT PLN.

Menurutnya, karya inovasi yang dikembangkan ini dapat diterapkan dan sejalan dengan kebutuhan PLN dalam menyediakan listrik untuk rakyat Indonesia. Apalagi listrik yang dihasilkan dapat masuk ke jaringan PLN tanpa memerlukan kabel transmisi.

"Ke depan, PLN juga harus melakukan inovasi soal model bisnis dan teknis jual beli listrik dari Listrik Kerakyatan," kata Bagus.

Dalam kesempatan terpisah, Lurah Kuningan Barat Erwin Lobo menyatakan Listrik Kerakyatan merupakan solusi dalam mengatasi masalah sampah. Sejak menjabat sebagai Lurah Pondok Kopi, Erwin sudah aktif mengembangkan konsep Listrik Kerakyatan bersama STT PLN.

"Cita-cita saya, satu saat kita tidak perlu berkontribusi sampah lagi ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang. Setiap hari 60-70 ribu ton sampah dibuang ke sana. Daya tampungnya terbatas sementara jumlah sampah terus bertambah. Ketika ada tekhnologi yang bisa bikin sampah berkurang, maka harus jadi concern kita bersama," ujarnya.

Erwin menambahkan, di Kuningan Barat terdapat banyak gedung besar di antaranya bersedia melakukan kegiatan corporate social responsibility (CSR) untuk menangani masalah sampah melalui program Listrik Kerakyatan.

Saat ini pihaknya tengah mencari lahan seluas 400 m2 untuk keperluan program tersebut sehingga ke depan tidak ada lagi kiriman sampah dari Kelurahan Kuningan Barat ke TPA Bantar Gebang.

    
LK Ramah Lingkungan

Listrik Kerakyatan menggunakan energi terbarukan yang ada di sekitar masyarakat yaitu matahari, angin, biogas, dan biomasa sampah  untuk perkotaan dan pohon Kaliandra merah untuk di pedesaan.

Dengan demikian LK bisa menghemat penggunaan sumber daya fosil dan mengurangi pemanasan global. Program LK di perkotaan lebih diprioritaskan untuk pengembangan model TOSS (Tempat Olah Sampah Setempat) sehingga persoalan sampah bisa diselesaikan secara gotong royong. Selain itu, frekuensi truk pengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan banyak berkurang.

Kelayakan keuangan merupakan daya tarik bagi pengusaha lokal dan menjadi kunci keberlanjutan program LK. Untuk itu pemerintah harus menjadi fasilitator agar para pengusaha lokal dan koperasi yang berminat membangun LK bisa mendapatkan pemasukan yang memadai dari penjualan energi dan kompensasi pengolahan sampah (tipping fee).

Opsi lainnya adalah menyalurkan sebagian dana bantuan sosial dan kredit murah untuk investasi LK bagi pengusaha kecil setempat yang ingin menjadi pengembang listrik kerakyatan.

Menurut kajian awal, biaya investasi spesifik untuk paket 2 ton sampah per hari adalah Rp400 juta rupiah dan biaya operasinya sekitar Rp 90 juta setahun.

Dengan pendapatan dari tipping fee yang sama dengan yang dikeluarkan Pemda selama ini dan dari penjualan energi listrik berdasarkan ketentuan pemerintah, maka paket tersebut bisa balik modal dalam waktu kurang dari 5 tahun.

Selain itu akan ada tambahan penghasilan dari penjualan sampah berharga dan pupuk. Tentunya dengan mekanisme insentif berupa bunga bank yang rendah, LK dapat menjadi peluang bisnis yang menarik dan terbuka luas bagi masyarakat.

Melalui "Karya Untuk Negeri" ini, STT PLN  mengimbau pemerintah untuk mendukung pelaksanaan uji coba lebih lanjut dan mengajak sebanyak mungkin kalangan akademis dan instansi baik pemerintah maupun swasta beserta koperasi untuk bergotong royong membangun dan menyempurnakan model LK ini untuk menjawab berbagai permasalahan energi dan lingkungan yang dihadapi negara ini. ***3***(J008)