BBDF: "Setan Jawa" kental mitologi jawa

id BBDF: Setan Jawa kental mitologi jawa

BBDF: "Setan Jawa" kental mitologi jawa

Pemutaran film "Setan Jawa" karya Garin Nugroho didukung Bakti Budaya Djarum Foundation (BBDF) di Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. (Foto istimewa)

Yogyakarta (Antara) - Film bisu hitam putih berjudul Setan Jawa karya sineas kenamaan Indonesia Garin Nugroho kental mitologi jawa, kata Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian.
    
"Setan Jawa karya Garin Nugroho didukung Bakti Budaya Djarum Foundation (BBDF) itu membangkitkan mitologi Jawa melalui genre horor kontemporer dengan mengambil inspirasi dari film bisu klasik Nosferatu oleh Friedrich Wilhelm Murnau," kata Renitasari.
    
Menurut dia, Setan Jawa yang diiringi orkestra gamelan Indonesia karya Rahayu Supanggah secara dramatis menekankan mistisme dan romantisme dari kisah cinta dan pengorbanan yang diangkat oleh Garin Nugroho.

"Setan Jawa merupakan kerja sama Garin Nugroho dengan Bakti Budaya Djarum Foundation yang menghabiskan waktu sekitar dua tahun untuk proses produksinya," katanya.

Ia mengatakan orkestra gamelan yang diciptakan Rahayu Supanggah sebagai pengiring film bisu itu mampu membawa sentuhan tradisional dan menghasilkan pertunjukan modern yang memiliki jiwa dan nilai-nilai estetika yang bersumber dari kekayaan budaya Indonesia.
    
"Kesuksesan Setan Jawa dalam pementasan di Jakarta, Melbourne (Australia), dan sekarang di Yogyakarta merupakan kontribusi banyak pihak yang memberikan hati dan tenaga demi perkembangan dan kemajuan seni pertunjukan Indonesia," kata Renitasari.
    
Sutradara dan Produser Setan Jawa Garin Nugroho mengatakan pertunjukan itu merupakan sebuah karya yang menggabungkan beragam seni seperti "visual arts", teater, tari, fesyen hingga musik yang saling melengkapi.
    
Menariknya, menurut dia, dari tradisi film bisu, Setan Jawa dapat menjadi suatu karya seni yang kemudian dapat lebih dieksplorasi dari musik yang mengiringinya sehingga menjadi sebuah pertunjukan yang dapat diinterpretasi.
    
"Jadi memang perlu menggabungkan banyak interaksi, multidisiplin, dan kemudian bisa mengembangkan jenis pasar yang berbeda dan bisa bekerja dalam bentuk yang lain sehingga memiliki efek yang besar dan bisa berkesan bagi penonton dalam waktu yang lama," katanya.
    
Pemutaran film Setan Jawa di Yogyakarta merupakan bagian pertunjukan spesial yang digelar ArtJog. Sebelumnya, Setan Jawa telah sukses dipentaskan di Jakarta pada September 2016 dan Melbourne dalam "world premier" di Opening Nights of Asia Pacific Triennial of Performing Arts pada Februari 2017.
    
Setan Jawa juga akan dipentaskan di Amsterdam, Belanda, pada Juni, Singapura (Juli), dan London, Inggris, pada September.

Setan Jawa bercerita tentang cinta dan tragedi kemanusiaan dengan latar waktu awal abad ke-20 yang ditandai lahirnya era industri yang menyisakan kemiskinan di tanah Jawa.
    
Seiring dengan meluasnya kemiskinan, maka bertumbuh subur cara-cara mistik untuk meraih kekayaan termasuk Pesugihan Kandang Bubrah. Pesugihan itu adalah cara mistik untuk mendapat kekayaan dari iblis, tetapi harus membayar dengan berubah menjadi tiang penyangga rumah saat ajalnya tiba.
    
Adalah Setio (diperankan Heru Purwanto), seorang pemuda dari desa miskin jatuh cinta dengan Asih (diperankan Asmara Abigail), seorang putri bangsawan Jawa.
   
Lamaran yang ditolak membuat Setio mencari keberuntungan melalui kesepakatan dengan iblis (diperankan Luluk Ari) yang dikenal sebagai pesugihan kandang bubrah untuk mencari kekayaan dan nanti dapat melamar Asih. Setio akhirnya menjadi kaya dan kawin dengan Asih, mereka hidup bahagia dalam rumah Jawa yang megah.
    
Asih kemudian mengetahui bahwa suaminya menjalani laku pesugihan kandang bubrah akhirnya menemui setan pesugihan dan meminta pengampunan pada setan agar suaminya tidak menjadi tiang penyangga rumah pada saat kematiannya.
   
Film yang diiringi langsung dengan orkestra gamelan Indonesia karya Rahayu Supanggah yang dimainkan oleh 20 pengrawit (pemusik gamelan) itu ditampilkan di Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Minggu (21/5) malam.

(B015)
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024