DPRD harapkan kebijakan ketat alih fungsi lahan

id alih fungsi lahan

DPRD harapkan kebijakan ketat alih fungsi lahan

Alih Fungsi Lahan Pertanian Sejumlah petani menanam padi di area persawahan di Sewon, Bantul, D.I.Yogyakarta, Rabu (18/05). Menurut data Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta jumlah lahan persawahan produktif di Yogyakarta berkurang hingga 200-2

Bantul  (Antara Jogja) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengharapkan ada kebijakan ketat dari pemerintah mengenai alih fungsi lahan agar bisa mempermudah pengendaliannya.

"Secara umum, teman-teman DPRD yang tergabung dalam pansus (panitia khusus) menghendaki `kebijakan ketat` atas alih fungsi lahan di Bantul," kata anggota Pansus pembahas Raperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Kasihan Setiya di Bantul, Rabu.

Menurut dia, pembahasan raperda RDTR Kecamatan Kasihan sepertinya masih sangat panjang, karena meski semua pihak bersepakat agar Bantul segera memiliki Perda RDTR sebagai acuan bersama namun pembahasan belum juga menemui titik temu.

Ia mengatakan, keinginan agar ada "kebijakan ketat" atas alih fungsi lahan tersebut karena kalau legislatif melihat, usulan eksekutif yang notabene diberikan persetujuan substansi gubernur, malah sebaliknya, yaitu "longgar" terhadap alih fungsi lahan.

"Kami memahami bahwa Kasihan adalah bagian wilayah perkotaan yang dominan untuk perdagangan, jasa dan industri. Kami juga mengerti kalau RDTR ini untuk jangka 20 tahun ke depan yang jumlah penduduk diproyeksikan bertambah berlipat-lipat dari sekarang," katanya.

Akan tetapi, kata dia, semangat melonggarkan alih fungsi yang mana direncanakan lebih dari separo lahan pertanian di Bantul akan beralih fungsi ke nonpertanian menurut pansus DPRD adalah kebijakan yang tidak tepat.

"Kalau kebijakannya longgar, pasti pengendaliannya lebih susah. Diketatin saja masih banyak yang kecolongan. Apalagi RDTR Kecamatan ini kan bisa direview tiap lima tahun. Jadi kalau kami meminta agar kebijakan yang dipilih adalah kebijakan ketat," katanya.

Dengan begitu, kata dia, jangan ada kebijakan yang buru-buru lahan tersebut dikuningkan, namun biarkan tetap hijau dengan catatan bisa digunakan untuk pemukiman dengan persyaratan yang mana syarat-syarat itu menjadi jalan tengah.

Setiya juga mengatakan, pansus DPRD juga sudah konsultasi dengan Pemda DIY dan hasil konsultasi DIY memberikan kewenangan pembahasan pansus sampai merubah peta sekalipun, padahal sementara selama ini eksekutif berpendapat peta lahan di Bantul sudah tidak bisa diubah.

Anggota Komisi B DPRD Bantul ini mengatakan, pertimbangan lain adalah tentang syarat luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang disyaratkan setidaknya 30 persen dari luasan total atas lahan yang terdapat di daerah tertentu.

Selain itu, kata dia, dalam aturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) sawah tidak masuk dalam hitungan RTH, artinya harus disediakan lahan lain selain sawah untuk memenuhi persyaratan 30 persen RTH.

"Padahal penyusunan RDTR oleh eksekutif masih menghitung lahan pangan berkelanjutan sebagai RTH. Jadi RTH 30 persen versi Kementerian PU belum terpenuhi dalam raperda itu. Intinya harus dibongkar total," katanya.

(T.KR-HRI)